Selasa, 29 Desember 2009

PEREMPUAN

Datanglah dengan keindahan
Sesempurna syurga dan cahaya cinta
Mewarnai pelangi dengan irama syahdu
membingkai langit hitam dengan sinar kejora

Engkau adalah kemuliaan
Permata berkilau yang bercahaya
Jagalah dengan sempurna
Dengan kesucian

Maka sujudlah
Tunduklah dalam khusyu’
Engkau memang perempuan
Tapi duduklah di sisi syurga
Jadilah bidadari!

September 2009

Sabtu, 19 Desember 2009

RINDU

Aku benci, harus jujur
Bahwa hari ini dingin sekali
Dan aku hanya seorang diri di sini
Sungguh....
Dalam gigil ini, aku merindukanmu

Oktober 09

Jumat, 18 Desember 2009

MEMORI HUJAN

Aku rindu kamu.
Engkau dimana?
Datanglah segera!
Aku telah lelah meunggumu
Aku capek...

Hujan kali ini basahkan hatiku yang galau
Aku ingin keluar!
Aku ingin menentang badai!
Walaupun aku lelah
Aku capek…

Sinarmu dimana?
Mengapa kau tak beri aku tanda
Apa kau sudah lupa aku

Hujan kali ini jadi pembuka memori
Ketika kau pergi di bawah guyurannya
Tapi mungkin kau sudah lupa itu semua

Hujan berhenti
Angin bertiup kembali
Aku lagi-lagi menunggumu
Padahal aku lelah
Aku capek...

Januari 05

Minggu, 06 Desember 2009

RENUNGAN MALAM LEBARAN

Angin melintas melewati jendela
Bertasbih aku dalam hening
Dalam hampa yang tidak berdaya

Kutanyakan pada diriku sendiri
Tentang tanya yang tidak terjawab

Pada-Mu tempat aku mengadu
Jawaban tanya yang lama tak ketemu
Hati ini sudah letih
Dan Engkaulah hanya satu tumpuan
Dan aku tidak bisa apa-apa
Selain memuja-Mu penuh cinta
Mengaharap kasih-Mu sepenuhnya

Dalam diam aku bertanya
Dalam tanya ku cari jawab
Dalam jawab ku cari Engkau

November 09

Selasa, 24 November 2009

BALADA SEORANG GEMBEL TUA

Di kanan kiri rel yang tak lagi dipakai
Gerbong-gerbong hitam penuh debu membisu
Sepasang mata tua itu kian sayu
Tangan lemahnya menggoreskan tinta hitam
Di garis-garis kehidupan yang belum mau berhenti
Baginya….
Hanya sebuah senyum getir hatinya
Berkata : Aku sudah lelah

Langit mengguyurkan hujan kepadanya
Tanpa perduli….gundahnya yang membiru
Tubuh kurusnya menggigil dalam temaram yang sunyi
Air hujan yang menusuk kulit, membuat hatinya
Yang dingin menjadi beku dan angin mengiris hatinya
Dengan pisau belati yang paling tajam
Rintihan dan air matanya sudah tak lagi sehangat dulu
Ia sudah lelah
Ia ingin berontak
Hatinya ingin teriak

Perut lapar yang tak jemu menyiksanya
Membuat semangat rentanya makin hilang dalam kabut
Jiwanya kian gentar pada dunia
Nyalinya sudah terkubur di dasar bumi
Dan malam membencinya setengah mati

Sudut gerbong kereta tua, tempatnya berhenti
Dari keras, kejamnya realita
Ia sudah lelah….
Detik jam merantai lengannya
Dunia jadi belenggu
Tuhan, pada-Mu ia bertumpu

Dibuatnya refleksi hati di atas kertas putih
Lagu-lagu cinta dijadikannya puisi tak bermakna
Tanpa punya kata-kata yang manis
Hanya jiwanya penuh khidmat meminta :
Wahai malaikat yang terjaga
Bolehkah kupinjam surga?
Aku sudah lelah dengan dunia.

Pontianak,
Oktober 04

Rabu, 11 November 2009

TENTANG DIRIMU

Berikan kepadaku sebuah pertanyaan
Tentang bagaimana kau diciptakan
Kan ku jawab dengan pesan singkat
Yang kan kau baca ketika kau bangun pagi ini

Kau diciptakan dengan keindahan
Dengan aroma syurga dan bidadari

September 09

Minggu, 08 November 2009

PALESTINA, TANAHKU YANG TERAMPAS

Aku menyaksikan lagi seperti hari-hari biasanya
Duka negeri yang terampas
Dari balik kaca jedela kamarku
Seperti wajah-wajah kecil terluka itu dapat ku sentuh
Seperti suara-suara riuh rendah tangisan dapat kudengar jelas
Memandang lagi Al-Aqsa menjadi tempat mulia
Tempat orang-orang ruku sembahyang
Dan berdoa dalam khusyu
Tanpa ada senapang yang ditodongkan ke kepala

Palestinaku yang hilang
Aku menangis di sisimu, di atas pasir tanahmu
Menyaksikan bayangan syurga di depanku
Negeri orang-orang yang tidak pernah mati
Tempat orang-orang yang tidak pernah kembali
Inilah tanah keabadian
Tempat tinggal duka dan penghuni syurga

Aku memandangmu dari balik kaca jendelaku
Memandang Al-Aqsa sekali lagi
Menangis aku di sisi gerbangnya
Kapan aku kan ke sana
Menyambut panggilan perjuangan
Dari tanahku yang terampas

Pontianak,
Januari ‘09

Rabu, 04 November 2009

APAKAH SERIUS ?

Ada satu pertanyaan penting
Apakah kita serius,
Menjadi sebuah Negara
Yang bernama Indonesia?

Kalau begitu bagaimana kita bercerita
Tentang ironi yang ada di mana-mana

Penegak hukum tidak perduli dengan hukum
Korupsi terus dipelihara dan ditutup-tutupi
Dan penentangnya dikebiri sampai mati
Disumbat rezekinya dan salahnya di cari-cari

Para Pejabatnya juga tidak punya malu-malu lagi
Belum juga menepati janji sudah minta naik gaji
Padahal seminggu sebelum ini kita lihat di televisi
Seorang TKI pulang kembali ke negeri ini
Dengan tubuh kaku terbaring dalam peti mati

Wakil rakyatnya sekarang berulah lain lagi
Tidak punya taji untuk memberi aksi
Karena Presidennya adalah teman koalisi
Dan para mentrinya kawan separtai sendiri

Padahal rakyat ingin segera meminta bukti
Dari janji yang di berikan kemarin hari
Ketika menjelang pemilu delapan juli
Agar pemilu itu yang sudah kesekian kali
Yang menghabisakan dana banyak sekali
Tidak jadi sia-sia dan percuma lagi
Apalagi pelaksanaannya yang tidak rapi
Dan kejujurannya di ragukan sana-sini

Aset negara satu-satu di jual tanpa rasa rugi
Dari BUMN, Hasil bumi, bahkan harga diri
Lama-lama Indonesia jadi milik luar negeri

Nanti jangan-jangan suatu saat kita akan melihat,
Pulau Jawa jadi punya Amerika
Sumatra jadi punya China
Lalu Papua punya Australia
Sulawesi punya Filipina
Dan Kalimantan diakui oleh Malaysia.

Kalau sudah begini kita harus bertanya lagi
Apakah kita sudah serius selama ini
Menjadi sebuah negara?
Atau selama ini kita hanya main-main
Hanya main-main menjadi negara
Yang bernama Indonesia

Padahal dahulu para pahlawan kita
Sudah serius memperjuangkan Indonesia
Sudah serius membangun negara Indonesia
Bahkan mereka telah berkorban segalanya
Untuk negara yang bernama Indonesia

Lalu, kalau memang kita hanya main-main
Menjadi negara yang bernama Indonesia
Apa yang akan kita katakan pada mereka?

Pontianak
November 09

UNTUKMU PEMUDA

Kita harus bergerak sekarang
Bangsa ini sudah sedemikian sakitnya
Dan perlu obat secepatnya
Maka kita tidak bisa lagi hanya diam
Karena kita adalah pemuda!
Maka kita tidak boleh lagi hanya diam

Suara keadilan menanti kita untuk berdengung lagi
Sejarah menunggu langkah kita yang berderap kencang
Dalam barisan yang tidak pernah habis
Menggema hingga ke setiap penjuru nusantara
Dan mereka yang mendengarnya
Yang punya nurani dan rasa peduli
Akan turut serta mengikuti

Kita adalah penanggung amanah besar
Pemegang tongkat estafet dari mereka,
Dari Sukarno, dari Moh. Yamin, dari WR Supratman
Dari Syahrir, dari Bung Tomo, dari Chairil Anwar
Dari Soe Hok Gie, dari Taufiq Ismail, dari Rendra,
dan semua para aktivis keadilan ‘66
Dari para pendemo yang menduduki gedung MPR
Dan meminta Soeharto untuk turun dari jabatannya
Pada pertengahan tahun 1998 yang kacau
Dan mereka kini menitipkan cita-citanya kepada kita

Sudah seharusnya kita tidak pernah berhenti
Karena kita adalah pemuda!
Memang seharusnya kita tidak boleh berhenti
Mari kita catat kisah kita di negeri ini
Dengan tinta emas sejarah....

Pontianak,
Oktober ‘09

KETIKA KITA TIDAK PUNYA PILIHAN!!!

Ketika kita tidak punya pilihan
Dan kita di paksa menurut
Kepada kedzaliman

Kulihat wajah orang-orang tanpa wajah
Dingin, hampa dan sama
Tanpa warna dan rasa
Yang ada hanya aroma putus asa
Dan kebiasaan berkeluh kesah

Kita ini lemah dan tak berdaya
Tidak punya apa-apa
Tapi kita punya cita-cita
Ingin lepas dari ini semua
Ingin keluar dari ini semua
Merdeka dari kedzaliman selamanya

Ketika kita tidak punya pilihan
Dan kita dipaksa menurut
Kepada kedzaliman
Itu artinya kita cuma punya satu pilihan
Yaitu :
Melawan!!!

Oktober 09

Kamis, 22 Oktober 2009

DAUN DI MUSIM GUGUR

Saat daun-daun berguguran di musimnya
Karena rapuh sudah ranting menahan
Terlihat indah mengantar pergiku
Tubuh renta yang lagi tak berdaya

Kini hatinya telah sunyi dengan mimpi
Pembaringan terasa menusuk punggungnya
Dan mata-mata ini terasa kian berat

Terasa ia masa dahulu
Saat perang yang membakar darahnya
Saat peluru menembus jantungnya
Saat nafasnya ternyata masih mengalir
Tak pernah ia takut mati

Hanya ia tak mengerti
Besok apakah masih ada lagi
Bagi pejuang tua yang telah renta
Menunggu matinya merayap kemari
Di musim gugur di atas pembaringan

Pontianak,
July 04

PILPRES

Delapan juli dua ribu sembilan
Hampir pukul sepuluh
Datang ke TPS di dekat rumah
Mendaftar kepada petugas yang tetangga sendiri
Menyerahkan undangan yang sampai kemarin hari

Diberi surat suara, lalu masuk ke dalam bilik
Kubuka surat suaranya lebar-lebar
Sambil mengingat janji mereka ketika kampanye
Ku contreng satu gambar
Dengan pesan yang kumintakan pada Tuhan
Aku tidak mau ditipu lagi
Kalau dia ingkar janji
Jangan jadikan ia pemimpin kami

Kulipat surat suara, kumasukkan dalam kotaknya
Di ujung jari, kucelupkan tinta
Besok, pengumuman pemenangnya aku nanti
Dan aku tidak mau di tipu lagi


Juli 09

Selasa, 13 Oktober 2009

KAPUAS MALAM

Aku menikmati nuansa malam itu,
Yang dingin dan membekukan
Di sepanjang sungai ini,
Tempat aku kecil lahir dan berlari

Warna malam memang selalu sama
Hitam dan membekukan,
Di sepanjang sungai Kapuas yang melegenda
Diatas perahu kecil penuh tenaga
Melawan laju arus khatulistiwa

Sebuah perjalanan ditengah kota cahaya
Melintas di bawah jembatan baja raksasa
Sinar lampu dari rumah-rumah tepi sungai
Seperti kunang-kunang yang berkerumun ramai
Diantara muda-mudi yang dimabuk cinta
Mewarnai kota dengan karya sempurna

Pada Tuhan ku berucap Syukur khidmat
Kau Telah berikan aku jiwa dan para sahabat
Pencipta keindahan yang kini kunikmati
Tempat aku bersujud dan merebahkan diri

Kuhirup dalam-dalam aromanya
Sungguh bahagia terlahir di tanah ini
Di sisi sungai yang penuh legenda ini

Wahai Kapuas,
Aku telah meminum air mu,
Sampai kapanpun kau tidak akan hilang dari hatiku

Pontianak,
10 Oktober 09

KOTA PADANG DI SUATU SENJA

Petaka di senja hari
Saat bumi bergetar hebat
Dan kota Padang terkubur dalam tanah

Lihatlah kini, sebuah irama pilu kembali di mainkan
Dan terdengar ke setiap jendela rumah kita
Bumi telah menjadi tempat istirahat mereka
Mengubur para manusia hidup-hidup

Mari, mari, kita hening cipta barang sesaat
Kita turunkan bendera kita di tengah tiangnya
Rasanya kita punya banyak alasan
Untuk menyalahkan diri kita
Atas semua ini

Lihatlah, lihatlah mereka yang kebingungan
Yang telah terdampar diantara hidup dan mati
Mereka bertanya apa yang terjadi pada kotanya
Lalu bagaimana kita bercerita?
Dari mana kisah ini harus kita mulakan?
Apakah dari tangisan yang terdengar
Seorang ibu kehilangan anaknya
Dua ibu kehilangan anaknya
Sepuluh ibu kehilangan anaknya
Seratus ibu kehilangan anaknya
Ribuan ibu kehilangan anaknya

Lalu lihatlah!
Air mata mereka mengetuk nurani negeri
Seluruh Indonesia kehilangan anaknya
Seluruh Indonesia berduka

Petaka di senja hari
Saat bumi bergetar hebat
Dan kota Padang terkubur dalam tanah


Pontianak
Oktober 09

SEPANJANG KAPUAS

Tentang rindu,
Engkau tentu lebih mengerti,
Karena kau lebih pengalaman dalam hal cinta
Dari pada aku

Malam ini, aku hanyut dalam pesona Kapuas
Dan nuansa eksotis yang begitu lepas
Namun tetap saja,
Seperti biasa,
Aku merindukanmu

Angin terasa dingin menyentuh kulit
Kuingin engkaulah yang hadir dalam tiap kebekuan
Membetulkan letak jaketku
Kemudian mengajaku makan malam
Dengan menu pilihan yang paling kita suka
Dan menikmati, perjalan kita di sana
Memandang bintang-bintang yang selalu ramah
Pada kita,
Lalu kita duduk, memandang pada Kapuas
Malihat sisiannya yang punya beragam cerita romantis
Sambil mencelupkan kaki kita kedalam arusnya yang deras
Seperti mereka yang sedang asyik dengan cinta
Walau mungkin cinta kita dan mereka sangat berbeda

Biarlah sekarang kunikmati dulu rindu ini
Untuk diriku sendiri
Dan kau tidak perlu tahu
Biar kita hidup dengan cinta kita masing-masing
Kau dengan cintamu
Aku dengan mencintaimu
Tapi percayalah, engkau tidak pernah berjalan sendiri
Ada alunan nafas lain yang menyertaimu
Ada alunan langkah lain yang menyertaimu
Engkau tidak pernah benar-benar berjalan sendiri

Kupejamkan mata, kuhirup harumnya
Dalam desau angin yang menyertaiku
Engkau bercerita tentang rasa rindumu
Adakah aku disana?
Tersenyum dalam mimpi dan khayalanmu
Memberikan harapan dan inspirasi
Dan mengajakmu mencipta sejuta puisi

Sepanjang Kapuas aku melihat kilas wajahmu
Ku baca namamu terukir dalam tiap riak gelombang
Nafasmu terdengar dalam tiap debur di dinding perahu
Dan angin malam mengantarkan senyummu yang hangat

Sepanjang Kapuas...
Entah mengapa, aku teringat padamu


Pontianak,
10 Oktober 09

KAMI YANG DI BESARKAN DI ANTARA KORUPSI, PORNOGRAFI DAN RASA BENCI

Berceritalah kami tentang bagaimana kami di besarkan
Diantara korupsi
Diantara pornografi
Diantara rasa benci

Kami dari kecil telah diajarkan berkorupsi
Dengan mencontek pada ujian berkali-kali
Kami dari kecil telah dijejali pornografi
Oleh layar kaca televisi yang kami temui setiap hari
Kami dari kecil telah di tanamkan untuk saling benci
Dengan memusuhi orang lain dan memutuskan silaturahmi

Inilah kami anak negeri ini
Dibesarkan dengan semua ini
Kami yang awalnya tidak mengerti
Yang bersih, polos dan suci
Kini jadi begini

Silahkan anda berintrospeksi
Wahai bapak dan ibu kami
Moral kami sudah rusak di sana-sini
Negeri ini tak bisa lagi berharap pada kami
Dan kalian punya saham besar sekali untuk semua ini

Oktober 09

Kamis, 08 Oktober 2009

KPK, NASIBMU KINI

Entah bagaimana jika harus bercerita tentang korupsi
Di negeri ini.
Dilakukan pejabat dari atas ke bawah,
Menyengsarakan rakyat dari bawah ke atas,
Tapi tetap masih ada yang minta
Agar pemberantasannya nanti-nanti saja.

Kemarin baru saja Bom meledak di Ibukota
Pelakunya di kejar ke lubang cacing
Noordin M Top dicari hidup atau mati
Kalau tertangkap di bawalah dia ke muka hakim
Dan hukuman mati sudah siap menanti

Lalu sebandingkah kiranya dengan pelaku korupsi?
Yang kemarin juga diadili,
di pengadilan negeri tingkat provinsi,
karena seratus miliar uang rakyat ia curi.

Jaksanya hanya menuntut lima tahun penjara
Penyidik tidak bisa membawa bukti luar biasa
Pengacara bersama saksi membela kliennya
Hakimnya tidak bisa berbuat apa-apa
Pengadilan jadi seperti akal-akalan saja
Panggung sandiwara yang sudah ditentukan endingnya
Jadilah sang koruptor pulang dengan tertawa
Di nyatakan ia bebas dari status terdakwa

Kita-kita ini, rakyat kecil (pemilik) negara ini
Cuma bisa menelan ludah,
Uang kita lagi-lagi di jarah,
Dan habislah harapan kita
Jika polisi dan jaksa tidak lagi bisa di percaya

Lalu kini si pemberantas korupsipun nyaris mati,
Dikebiri di perlemen
Dimusuhi di sana-sini
Ditusuk oleh kawan sendiri
Satu-satu mereka ditangkapi,
Nyali mereka dipereteli
Dan kini jadilah KPK itu tak punya gigi lagi

Jadilah sang koruptor menonton dengan tertawa
Tak ada lagi kini musuh lamanya
Yang dahulu dicemaskan siang malam
Khawatir berikutnya, mereka yang akan diperiksa
Jangan-jangan rumah mereka yang didatangi juga
Diperiksa satu-satu hartanya
Ada tidak, uang haram miliknya

Sekarang kita dengar pesan mereka untuk KPK:
Jadilah KPK yang biasa-biasa saja
Jangan galak-galak
Cukup jadi kucing yang jinak
Yang hanya makan ikan teri
Bukan singa
Yang tidak kenyang-kenyang walau sudah menangkap rusa

Entah bagaimana jika harus bercerita tentang korupsi
Di negeri ini
Dilakukan pejabat dari atas ke bawah,
Menyengsarakan rakyat dari bawah ke atas,
Tapi tetap masih ada yang minta
Agar pemberantasannya nanti-nanti saja
Biar KPK di hapuskan saja,
dan Korupsi.....!!!
Silahkan merajalela.

Pontianak,
September 09

TAHAJUDKU

Pada subuh yang datang senyap
Aku bangun….
Sebelum azan panggilan tuhan tiba
Dalam lembut dingin yang beku
Gemericik air wudhu
Ketika menyentuh tanganku
Ku awali munajat itu

Ini adalah hariku yang penuh masalah
Ini adalah hariku yang penuh dosa
Ini adalah hariku yang penuh tanya
Ku adukan semua itu pada-Nya
Sujud panjangku di dalamnya
Air mataku jatuh di sana

Pontianak,
Juli 2009

Rabu, 07 Oktober 2009

PENAT

Hancur….
Remuk….badan
Kita lelah bertempur dengan waktu
Tidak ada istirahat
Kita penat
Kita tidak bersemangat
Kita sekarat

juni 2009

Minggu, 27 September 2009

SAJAK SEPULUH SEPTEMBER

Bagaimana harus ku bercerita
Tentang hati ini kepadamu

Engkau sendiri mungkin tahu
Bagaimana kisah ini bermula
Karena engkau, adalah tokoh utamanya
Tanpa kau sadari atau tidak

Engkau datang begitu saja dalam hidupku
Tanpa izin, kau mengambil tempat
Di sisi ruang hatiku
dan kemudian hadir
menyapaku dalam mimpi-mimpi

Kemudian semuanya membuat aku resah
Semuanya membuatku gelisah
Tapi rasanya benar-benar indah

Bagaimana harus ku bercerita
Tentang hati ini kepadamu

Entah jika esok hari kita bertemu
Di jalan atau di pasar
Apakah kau akan menyapaku sehangat dahulu?
Saat kita masih duduk di ruang yang sama
Memandang ke arah yang sama
Dan memakai seragam yang sama

Apakah kita masih seperti dahulu
Malu-malu ketika harus berbicara soal cinta
Dan akhirnya semuanya cukup kita simpan
Di hati saja

Sekarang kita sudah dewasa
Dan kita menjadi begitu berbeda
dalam banyak hal
bahkan semua

Besok aku ingin kembali bertemu denganmu
Seperti saat kita masih duduk di ruang yang sama
Memandang ke arah yang sama
Dan memakai seragam yang sama
Seperti dahulu

Sapalah aku dengan suara hangatmu yang khas
Tunggulah aku di muka pintu rumahmu
Memanggil namaku dengan lembut
Dan membawakan ku cangkir dan seduhan teh
Yang kau buat memang hanya untukku
Sandarkanlah kepalamu ke bahu ini
Kemudian berceritalah, aku akan mendengarkannya
Dengan bahasa yang mungkin hanya kita saja yang tahu
Tanpa ada yang mengerti
Tanpa ada yang akan perduli
Selain kita

Hidup kita memang tidak lagi sama
Semuanya memang tidak lagi pernah sama
Kita sudah punya jalan sendiri-sendiri
Engkau dengan hidupmu sendiri
Aku dengan hidupku sendiri
Dan cinta kita
Juga mungkin tidak akan pernah sama

Tapi aku akan jalan terus
Walau kita berbeda dalam cinta dan semuanya
Tersenyum padamu
Dan menunduk malu-malu seperti dahulu
Saat setiap kali kita bertemu muka
Dan berpapasan di lorong panjang depan kelasku

Bagaimana harus ku bercerita
Tentang hati ini kepadamu

Engkau akan tetap ada untukku
Dalam kenangan-kenangan dan harapan
Dan juga hidup yang selalu biru

Pontianak,
10 september 09

AKU MEMANG TIDAK MENGENALMU, TAPI KITA BERDIRI DI TANAH YANG SAMA

Untuk mereka yang tidak pernah mau tunduk
pada ketidakadilan

Kita memang tidak saling mengenal,
Tapi kita hidup dalam jiwa yang sama,
Dalam cita-cita yang tidak ada beda,
Dan tidak sudi tunduk pada musuh yang sama
Bernama kedzaliman

Berdiri kita di garis depan,
Kau dengan barisanmu
Aku dengan barisanku,
Kita berteriak!
Dengan teriakan yang sama,
Pada musuh yang sama,
Yang bergetar ketika melihat kita
Begitu kokohnya dalam keteguhan,
Walau tanpa di bayar sekedarnya
Dan moncong senapan di arahkan ke muka kita
Karena kita adalah orang muda
Yang tidak pernah takut mati

Aku memang tidak mengenalmu,
Tapi aku adalah kau,
Kau adalah aku,
Semua itu hanya kerena satu hal sederhana,
Karena kita punya satu persamaan saja,
Kita berdiri di tanah yang sama
Kita menjejak di bumi yang sama,
Negeri Indonesia.

Bila kuceritakan pada anak cucuku nanti,
Tentang perjuangan hari ini,
Semoga mereka mengerti
Bahwa ini bukanlah panggung puja-puji
Bukan tempat mencari kehidupan sendiri,
Tapi aku datang ke sini,
Hanya karena panggilan nurani
Yang kudengar dan kuturuti

Seperti yang juga kau lakukan
Dan kau wariskan kini di jiwa kami
Pemuda negeri ini

Pontianak,
september 09

AKU ADALAH ORANG-ORANG HILANG

Aku adalah orang-orang hilang…..
Terperangkap dalam kesemuan yang aku benci

Inilah ketidakadilan memelekku erat
Dan enggan melepaskanku barang sejenak
Mereka adalah tiran
Dan aku bukan pemberontak
Aku hanya ingin bergerak

Aku adalah orang-orang hilang......
Tersesat pada hidup dan mati
Cari aku di tempat sepi
Di rumah kesunyian dan senyap bertakhta
Jadi raja
Dan kita bisa kontempolasi
Sepuasnya, tanpa ada yang membataskan
Kita bertanya pada diri kita
Dan aku bertanya
Pada diri ku
Orang Hilang-kah Aku?

Aku adalah orang-orang hilang....
Tergolek di pusara kejujuran
Tengoklah jelas-jelas
Keadilan itu sudah kering dari tanah ini
Dan kebenaran sedang kemarau untuk menetes ke mari
Tanaman kita mati, ternak kitapun mati,
kejujuran kita mati, idealisme kitapun mati
setelah itu kita jugapun akan mati

Aku adalah orang-orang hilang....
Di negeri yang sekarat ini

Tapi aku heran, tidak adakah orang lain, yang juga menyadarinya
Seperti aku?

Pontianak,
September 2009

SAJAK GENERASI MUDA UNTUK BANGSA

Lama sudah rasanya kami dibohongi oleh kata-kata
Yang tidak juga kami temukan di dalam dunia nyata
Ini negeri, paling kaya di seluruh dunia,
Baik dari sumber daya, flora fauna maupun budaya.

Bertahun-tahun juga kami diyakinkan setengah mati
Bahwa merdekanya bangsa ini sudah terjadi lama sekali
Yang nyata tidak juga kami temukan kini,
Hanya berganti rupa dengan sedikit modifikasi
Penjajahan itu,
Kalau dahulu ia bisa di lawan dengan bedil dan peluru,
Tapi penjajah yang sekarang tidak bisa ditembak mati.
Karena bentuknya tidak ada, tapi sungguh-sungguh nyata.
Dan penjajahan itu sekarang menjelma segala rupa,
Baik disadari atau tidak.
Baik dilawan maupun tidak,
Bahkan malah ada yang memeliharanya
Dijaga-jaganya, biar negeri ini
Tidak juga merdeka,
Dan mereka yang dapat untungnya

Rasanya sekarang sudah saatnya kita bergerak,
Bukan lagi hanya diam atau bicara saja
Tapi benar-benar bergerak
Dengan benar-benar gerak
Dengar itu, langkah kami yang berderak,
Muda, kreatif, sangat berbahaya,
Hingga orang banyak yang bertanya
Tentang apa yang bisa kami lakukan

Biar kami jawab dengan pasti:
Dahulu di negeri ini, orang muda yang pertama
Teriak MERDEKA!!!
Dan sekarang, biar kami yang akan sekali lagi teriak MERDEKA!!!

Pontianak,
September 2009

Rabu, 23 September 2009

DAUN

Dalam hening dan sunyi
Ku lihat daun yang berguguran
Warna kuning yang unik
Dan tetes embun yang cantik

Daun... daun...
Kalian yang telah tua harus pergi
Adakah penyesalan?
Ketika tubuh renta tidak lagi kembali berbisik
Hanya diam tak punya arti
Lalu pergi seperti daun kuning yang unik

Pontianak,
8 Januari 05

DUNIA

Mengapa kau tak beri muka pada kami?
Orang-orang lemah yang hampir mati ini
Cari....carikan kami kehidupan
Atau kau biarkan kami mati di tanahmu?

Kau paksa kami merangkak mengejarmu
Kau ingin kami bersujud kepadamu
Tidak akan....
Engkau hanyalah dunia
Yang berdandan sepanjang zaman
Lalu kemudian di bakar Tuhan

Juni 05

HARUM WAKIL RAKYAT

Aku mencium bau harum dari gedung wakil rakyat
Dari ruang-ruang sidang paripurna
Dari kursi-kursi empuk pejabat tinggi
Dari kumpulan orang per orang
Yang katanya mengaku pejuang aspirasi masyarakat
Bau apa ini?
Semerbak dan menusuk hidung
Harum yang bukan dari parfum yang biasa mereka pakai
Ini bau harum moral mereka
Sudah lama tidak tercium oleh orang negeri ini
Aku terbangun......
Sialnya itu cuma mimpi siang bolong
Entah defenisinya mimpi buruk atau baik?
Soalnya mimpi ini memang benar-benar mimpi
Bukan kenyataan yang benar-benar ada
Tapi sekarang hidungku mencium bau yang lain
Bau busuk yang sangat mengganggu
Dan yang kali ini, benar-benar dari dunia nyata


Pontianak,
Desember 08

Kamis, 03 September 2009

SILAHKAN BERJANJI

Rakyat Indonesia tidak lagi kelaparan
Sudah kenyang
Dari panggung-panggung orasi
Muncul juga lewat iklan televisi
Terlebih dalam debat dan paparan visi-misi
Kita semua disuapi, sampai buncit perut ini

Di sini ada janji, di situ juga janji, semua bisa janji
Monyet juga bisa janji,
Setinggi gunung janji itu di tumpuk di negeri ini
Lalu kita dipaksa makan
Disuapi, dijejali, disesaki janji tanpa spasi
Sampai suatu saat nanti, janji itu dilupakan sama sekali
Kalau sudah begini, kita cuma bisa sakit hati

Setelah ini kita siapkan betul-betul
Kalau perlu sewa debt kolektor paling handal
Untuk menagih janji-janji
Biar kita hajar saja sampai mati
Kita buat berdarah-darah, mereka yang ingkar janji

Rakyat Indonesia tidak lagi kelaparan
Sudah kenyang...
Oleh Janji...


Pontianak,
Juni 2009