Minggu, 20 Oktober 2013

UPACARA MINUM KOPI


Resapilah indahnya hidup
Dalam secangkir kopi di pagi hari
Kemudian nikmatilah saat-saat penuh filosofi
Ketika kesadaran meraih kebebasan berimaji

Sisihkan waktu sejenak menyiapkan bara
Bila panas menyenangkan, mengapa puas pada kebekuan
Siapkanlah cangkir terbaikmu
Karena hal-hal baik, memang perlu yang terbaik

Satu, dua, atau tiga ini hanya soal selera
Manis adalah pilihan, getir adalah kenyataan
Memang tak ada korelasi lelaki dan kelatnya rasa
Tapi hanya pemberani yang berkawan dengan tantangan

Harumnya adalah pemikat
Butiran itu larut dalam udara
Menebar nuansa menghangatkan suasana
Ibarat sebuah proses, menjelmalah bersama masa
Dari tanah, lalu menjadi tak sekedar aroma

Hitamnya tak bermakna apa-apa
Karena lidah memang lebih fasih dari mata
Sensasinya mungkin berbeda-beda
Bersahabat, erat, kadang terlalu pekat
Tapi ia menjadi candu, membuat kita mengulangnya selalu
Mungkin serupa juga dengan hidup
Walau kadang terasa terlalu pahit
Selalu ada nikmat yang bisa kita syukuri
Selalu ada syukur yang bisa kita nikmati

Ku habiskan isi cangkirku
Mengecap apa yang tersisa di dasarnya
Mungkin kopi ini terlalu kental

Dan aku, tak berniat terjaga selamanya

Sabtu, 12 Oktober 2013

MEMBACA PERTANDA

 

Aku terjaga dari rahim sang malam
Ketika seperempat abad datang menghampiri
Halaman pertama sebuah catatan
Berlanjut dalam lembaran-lebaran terbaru
Terselingi, namun tidak pernah benar-benar terganti

Hari ini waktu seakan berhenti dalam kontempolasi
Jalan hidup telah membawaku sampai di sini
Takdir mengeliminasi sekian banyak pilihan
Meninggalkan aku untuk mempersiapkan sebuah jawaban

Dalam lelap semesta, pemahaman menyelinap
Memberikan wujud kepada mimpi-mimpi senyap
Jawaban atas renungan-renungan di kala gelap
Apakah ini adalah firasat?

Aku percaya pada pertanda…
Karena Tuhan berbicara kepada hamba
Dan alam berisyarat dalam sebuah bahasa
Hanya terkadang kita tak sanggup membacanya
Dan aku akan mengikuti kemana ia akan membawa

Rabu, 11 September 2013

SAJAK SEPULUH SEPTEMBER II

Waktu itu unik ya, Zu?
Karena waktu kita bertemu
Karena waktu pula kita berpisah
Dan perlahan-lahan kita semakin jauh

Ada apa ya, Zu?
Mengapa takdir tak tersenyum pada kita?
Padahal kufikir cinta itu semanis madu
Tapi luka, ternyata perihnya berlipat seribu

Aneh kan, Zu?
Cerita ini sudah lama terlewati
Tapi masih saja ingin selalu aku nikmati
Seolah-olah fragmen waktu dapat kita ulangi
Padahal jalan takdir ini tak akan pernah bisa direvisi
Yah, paling tidak, dalam sejarahlah kau bisa kumiliki sendiri


Hari ini 10 september lagi, Zu
Aku masih ingin mengenangmu seperti dulu
Meski, tentu saja, kau sudah tidak sama lagi
Tidak pernah sama lagi!

Tapi, sudahlah, Zu
Untuk malam ini saja!
Izinkan aku memimpikanmu,
Agar aku bisa melanjutkan hidup untuk esok hari

Sui Raya 
10 September 2012

Rabu, 28 Agustus 2013

SEBUAH PERTANYAAN TENTANG CINTA

Sulitkah untuk dijawab
Apakah cinta punya wujud dan warna?

Aku bukan orang yang pandai bersilat lidah,
Kaupun faham!
Tapi waktu memang tidak bisa menunggu
Takdir tidak pernah memberikan pilihan

Aku masih mengenangmu dengan sempurna
Sebagai gadis pemilik senyum putih abu-abu
Dalam kenangan mimpi-mimpi selalu menjadi doa
Tapi dalam kenangan, tak ada yang bisa direvisi

Perasaan ini memang bukan soal matematika
Cinta ini tidak terdiri cuma dari hitam dan putih
Terkadang ia terdistorsi terlalu jauh dari mimpi
Terkadang jarak sedepa bahkan tidak juga bisa teraba
Terkadang puisi tidak cukup menjadi bukti
Klise memang,
Tapi itu yang selalu terjadi

Aku lelah berperang dengan keberanianku sendiri
Bahwa kau memang pantas diperjuangkan,
Aku tak bisa menyangkal
Tapi aku memang seorang peragu
Dan di dunia yang sempit ini,
Tidak ada tempat untuk orang seperti itu

Sulitkah untuk dijawab,
Apakah cinta punnya wujud dan warna?

Kufikir aku sudah cukup pandai
Tapi bahkan dalam hening paling mencekam
Aku tetap juga tidak bisa menjawabnya
Selain namamu, cinta terlalu absurd untukku

Rabu, 31 Juli 2013

SAJAK TANAH GERSANG


Ada tanda tanya di dinding pencakar langit

Inikah yang namanya kemajuan?
Tatkala tembok angkuh itu berdiri megah
Jalan beton mengular ke segala arah
Sementara para petani kehilangan lahan
Nelayan-nelayan kehilangan tangkapan

Ladang-ladang kini disulap menjadi pabrik
Mahasiswa bermimpi kerja di ruang ber-AC
Manusia-manusia desa minggat ke kota
Mental jongos mewabah setiap kepala
Siapa yang lemah akan diinjak dan dilindas sampai mati
Sungguh, bukan ini yang namanya kemajuan!
Jika bapakku petani,
Aku juga ingin jadi petani
Jika bapakku nelayan,
Aku juga ingin jadi nelayan

Sarjana-sarjana!
Kembalilah ke sawah,
Kembalilah ke lautan,
Jika ladang dan tambak kau tinggalkan
Bersiaplah mati oleh taring kapitalis

Rabu, 26 Juni 2013

MENGEJAR MATAHARI




Hari ini, senja datang seperti biasa
Lalu mentari hilang diantara garis cakrawala
Luka, gelisah, dan lara terakumulasi bersama malam
Tersimpan menjadi mimpi buruk dalam lelap dunia

Saat tubuh lelah ini menuntut berhenti
Jiwa telah tertinggal bersama mimpi-mimpi
Kita meraba-raba cinta yang lama kita lupakan
Mentari yang tak mau berhenti, kita benci setengah mati
Sejarah menjadi drakula penghisap darah

Kita faham, tapi kita menipu diri
Mentari tak pernah hilang
Dia ada di sana, bumilah yang sedang berputar

Saat esok hari membuka lembaran pagi
Tataplah sinar tajam di ufuk timur dengan berani
Berlarilah mengejar matahari
Karena itu tak akan membuatmu berhenti berlari

Nikmatilah setiap misteri dan kejutan
Karena hidup hanya bermuara pada dua pilihan
Kesenangan dan kesedihan
Tapi nikmatilah setiap langkah yang hatimu pilihkan
Karena disanalah berada kebahagian

Hidup bukan tentang hasil dari setiap pilihan yang kita ambil
Hidup adalah tentang pilihan-pilihan itu sendiri

Rabu, 29 Mei 2013

DIALOG AKHIR MALAM

Sang sepi menyeringai ditengah malam

Teruntuk jiwa-jiwa yang menyendiri dalam senyap
Yang tebangun dengan gelisah di puncak sang temaram
Berteman kabut kelam yang jahat dan kejam
Serta sinar rembulan yang kian pudar

Lidah-lidah yang kering ini mulai basah
Ayat-ayat cinta telah didendangkan syahdu
Taubat telah dibenamkan dalam sajadah yang kusam
Hanya ada desah kepedihan, kala mengingat dosa.
Hanya ada desah pengharapan, kala mengingat Engkau.

Hati ini hitam legam,
Terkotori oleh zaman yang kian suram.
Jiwa-jiwa yang tersesat ini mencari jalan pulang
Langkah-langkah bimbang ini perlu tempat tujuan

Entah dengan apa akan ku tebus surga-Mu,
Yang kupunya hanya sujud-sujud sederhana
Dan doa-doa pelan yang terselip dalam masa
Rasanya tak akan cukup,
Kecuali dengan Rahmat-Mu yang agung

Dalam malam yang senyap,
Kening kasar ini tenggelam dalam alas sujud
Aku ingin mendengarkan suara-Mu
Berbisik pada hatiku yang galau

Malam ini memang dingin dan sunyi
Namun aku tak ingin berhenti memuja
Dalam lirih suara, kusebut nama-Mu
Temani keheninganku dalam jaga dan air mata

Malam ini ku ingin Engkau menemani jiwa ku yang resah
Tuntunlah aku melintasi jalan yang  mengarah pada-Mu
Jangan biarkan aku berjalan dalam pekat tanpa arah
Aku sedang tak mau sendirian.

Jumat, 05 April 2013

PRIA DI PEREMPATAN ITU

Pria di perempatan itu tidak pernah aku lupakan

Dia yang pertama berdiri dahulu
Berada di garis depan membawa bendera
Dan spanduk-spanduk sederhana dari pilox
Meninggalkan ruang-ruang kuliah
Diktat-diktat tebal dari berbagai cabang ilmu
Mulai dari ilmu filsafat hingga risalah pergerakan
Juga meja dan kursi yang menjadi pasangan setia
Ia berdiri, bangkit, dan bergerak
Memandu barisan-barisan anti kezaliman
Dengan suara serak yang keluar dari corong
Pengeras suara
Ia berteriak, berseru
Nadanya sumbang dan tak berirama
Tapi bagiku seperti bensin
Meledak dan membakar semua orang

Pria itu tidak pernah aku lupakan
Ia selalu sederhana dalam bergaya
IPK nya tidak lebih dari angka tiga
Tapi caranya berbicara
Dan kata-kata yang datang darinya
Seperti mutiara yang bercahaya

Kutatap fotonya yang terbingkai figura emas
Kuberi salam hormat penuh takzim
Ucapan terima kasih dan doa syukur
Wajahmu tersenyum setia di situ
Tanpa bergeser barang seinci pun
Menatap dunia luar yang bising
Melihat tunas-tunas baru itu tumbuh subur
Menatap kami di sini
Meneruskan perjuanganmu

Pria di perempatan itu benar-benar tidak pernah aku lupakan
Ribuan orang mengantarkan kepergiannya
Aku salah satunya

Selasa, 19 Maret 2013

DOA SEORANG GELANDANGAN

Malam telah larut....!

Kabut sunyi yang pekat tersenyum
Memeluk jiwa-jiwa kalah yang gelisah

Jalanan sepi...
Tiga wanita dengan baju tak pantas
Berdiri di sudut perempatan
Bibir merah itu
Adalah korban kehidupan
Pipi merah itu
Adalah korban zaman

Malam semakin larut...!
Bocah laki-laki bermain gitar di seberang jalan
Nyanyiannya getir
Hatinya berteriak penuh amarah
Dan hidup membalas dengan sumpah serapah

Aku berbaring di bawah bintang
Di atas tanah yang makin egois
Menahan luka yang semakin lelah

Anakku janganlah merengek lagi
Biarkan ibumu tertidur
Hidup ini terkadang memang kejam
Tapi Tuhan kita tidak pernah terpejam

Kita memang hanya orang terpinggir
Hidup di jalanan yang lengang
Tanpa atap dan lantai
Tanpa tiang dan jendela

Anak dan istriku...
Janganlah kalian bersedih
Tuhan mendengar doa kita
Tabahkan hati kalian
Janganlah ada iri dan dengki
Pada mereka yang kuasa...
Pada mereka yang kuasa...

Kita memang hanya orang terpinggir
Hidup di jalanan yang lengang
Hanya Tuhan yang akan menjawab doa kita

Ya Tuhan...
Jangan Kau tinggalkan kami
Beri kami cinta-Mu
Beri kami kelapangan hati
Kepada mereka yang lebih berkuasa...
Sayangilah mereka!
Ampunilah mereka!
Jangan biarkan kami iri pada mereka!
Jangan biarkan kami menyimpan dengki pada mereka!
Tabahkanlah kami...
Tabahkanlah kami, Tuhan...

Selasa, 08 Januari 2013

HIJAU YANG HILANG



Oh, apa yang sedang terjadi?

Banjir datang lagi dan lagi
Tidak lihatkah kita?
Sampah telah menyumbat segalanya
Menggunung, memenuhi tiap sudut mata
Mengepung kita dari arah mana saja

Hujan tak lagi hadirkan pelangi
Guntur dan badai adalah sang pengganti
Air sudah tak menumbuhkan tanaman
Ternak kita kehausan
Ikan-ikan hilang dalam pencemaran
Sungai tak lagi bermuara di lautan
Danau tak lagi membawa kehidupan

Oh, apa yang telah terjadi?

Senja penuh dengan warna kesedihan
Dengarkah kita malam bernafas dalam luka?
Kunang-kunang tak lagi mau bercerita
Dan rembulan kini berwarna jingga

Tanah gersang!
Tiada lagi cemara, tiada lagi akasia
Hanya kering, kering dan kering
Hutan kita terbakar!
Hutan kita lenyap!
Dan udara dipenuhi asap!

Bumi ini kian letih dan gelisah
Tiada lagi langit biru yang cerah
Tiada lagi gerimis yang basah
Musim apa kiranya sekarang?
Entah, aku telah lama lupa!
Sekarang aku hanya berharap melihat hijau,
Hijau yang telah lama hilang!

Oh, apakah yang terjadi?
Adakah ini bentuk kemarahan Tuhan?
Atau tangan kita yang menyebabkan ini semua?