Kamis, 22 Oktober 2009

DAUN DI MUSIM GUGUR

Saat daun-daun berguguran di musimnya
Karena rapuh sudah ranting menahan
Terlihat indah mengantar pergiku
Tubuh renta yang lagi tak berdaya

Kini hatinya telah sunyi dengan mimpi
Pembaringan terasa menusuk punggungnya
Dan mata-mata ini terasa kian berat

Terasa ia masa dahulu
Saat perang yang membakar darahnya
Saat peluru menembus jantungnya
Saat nafasnya ternyata masih mengalir
Tak pernah ia takut mati

Hanya ia tak mengerti
Besok apakah masih ada lagi
Bagi pejuang tua yang telah renta
Menunggu matinya merayap kemari
Di musim gugur di atas pembaringan

Pontianak,
July 04

PILPRES

Delapan juli dua ribu sembilan
Hampir pukul sepuluh
Datang ke TPS di dekat rumah
Mendaftar kepada petugas yang tetangga sendiri
Menyerahkan undangan yang sampai kemarin hari

Diberi surat suara, lalu masuk ke dalam bilik
Kubuka surat suaranya lebar-lebar
Sambil mengingat janji mereka ketika kampanye
Ku contreng satu gambar
Dengan pesan yang kumintakan pada Tuhan
Aku tidak mau ditipu lagi
Kalau dia ingkar janji
Jangan jadikan ia pemimpin kami

Kulipat surat suara, kumasukkan dalam kotaknya
Di ujung jari, kucelupkan tinta
Besok, pengumuman pemenangnya aku nanti
Dan aku tidak mau di tipu lagi


Juli 09

Selasa, 13 Oktober 2009

KAPUAS MALAM

Aku menikmati nuansa malam itu,
Yang dingin dan membekukan
Di sepanjang sungai ini,
Tempat aku kecil lahir dan berlari

Warna malam memang selalu sama
Hitam dan membekukan,
Di sepanjang sungai Kapuas yang melegenda
Diatas perahu kecil penuh tenaga
Melawan laju arus khatulistiwa

Sebuah perjalanan ditengah kota cahaya
Melintas di bawah jembatan baja raksasa
Sinar lampu dari rumah-rumah tepi sungai
Seperti kunang-kunang yang berkerumun ramai
Diantara muda-mudi yang dimabuk cinta
Mewarnai kota dengan karya sempurna

Pada Tuhan ku berucap Syukur khidmat
Kau Telah berikan aku jiwa dan para sahabat
Pencipta keindahan yang kini kunikmati
Tempat aku bersujud dan merebahkan diri

Kuhirup dalam-dalam aromanya
Sungguh bahagia terlahir di tanah ini
Di sisi sungai yang penuh legenda ini

Wahai Kapuas,
Aku telah meminum air mu,
Sampai kapanpun kau tidak akan hilang dari hatiku

Pontianak,
10 Oktober 09

KOTA PADANG DI SUATU SENJA

Petaka di senja hari
Saat bumi bergetar hebat
Dan kota Padang terkubur dalam tanah

Lihatlah kini, sebuah irama pilu kembali di mainkan
Dan terdengar ke setiap jendela rumah kita
Bumi telah menjadi tempat istirahat mereka
Mengubur para manusia hidup-hidup

Mari, mari, kita hening cipta barang sesaat
Kita turunkan bendera kita di tengah tiangnya
Rasanya kita punya banyak alasan
Untuk menyalahkan diri kita
Atas semua ini

Lihatlah, lihatlah mereka yang kebingungan
Yang telah terdampar diantara hidup dan mati
Mereka bertanya apa yang terjadi pada kotanya
Lalu bagaimana kita bercerita?
Dari mana kisah ini harus kita mulakan?
Apakah dari tangisan yang terdengar
Seorang ibu kehilangan anaknya
Dua ibu kehilangan anaknya
Sepuluh ibu kehilangan anaknya
Seratus ibu kehilangan anaknya
Ribuan ibu kehilangan anaknya

Lalu lihatlah!
Air mata mereka mengetuk nurani negeri
Seluruh Indonesia kehilangan anaknya
Seluruh Indonesia berduka

Petaka di senja hari
Saat bumi bergetar hebat
Dan kota Padang terkubur dalam tanah


Pontianak
Oktober 09

SEPANJANG KAPUAS

Tentang rindu,
Engkau tentu lebih mengerti,
Karena kau lebih pengalaman dalam hal cinta
Dari pada aku

Malam ini, aku hanyut dalam pesona Kapuas
Dan nuansa eksotis yang begitu lepas
Namun tetap saja,
Seperti biasa,
Aku merindukanmu

Angin terasa dingin menyentuh kulit
Kuingin engkaulah yang hadir dalam tiap kebekuan
Membetulkan letak jaketku
Kemudian mengajaku makan malam
Dengan menu pilihan yang paling kita suka
Dan menikmati, perjalan kita di sana
Memandang bintang-bintang yang selalu ramah
Pada kita,
Lalu kita duduk, memandang pada Kapuas
Malihat sisiannya yang punya beragam cerita romantis
Sambil mencelupkan kaki kita kedalam arusnya yang deras
Seperti mereka yang sedang asyik dengan cinta
Walau mungkin cinta kita dan mereka sangat berbeda

Biarlah sekarang kunikmati dulu rindu ini
Untuk diriku sendiri
Dan kau tidak perlu tahu
Biar kita hidup dengan cinta kita masing-masing
Kau dengan cintamu
Aku dengan mencintaimu
Tapi percayalah, engkau tidak pernah berjalan sendiri
Ada alunan nafas lain yang menyertaimu
Ada alunan langkah lain yang menyertaimu
Engkau tidak pernah benar-benar berjalan sendiri

Kupejamkan mata, kuhirup harumnya
Dalam desau angin yang menyertaiku
Engkau bercerita tentang rasa rindumu
Adakah aku disana?
Tersenyum dalam mimpi dan khayalanmu
Memberikan harapan dan inspirasi
Dan mengajakmu mencipta sejuta puisi

Sepanjang Kapuas aku melihat kilas wajahmu
Ku baca namamu terukir dalam tiap riak gelombang
Nafasmu terdengar dalam tiap debur di dinding perahu
Dan angin malam mengantarkan senyummu yang hangat

Sepanjang Kapuas...
Entah mengapa, aku teringat padamu


Pontianak,
10 Oktober 09

KAMI YANG DI BESARKAN DI ANTARA KORUPSI, PORNOGRAFI DAN RASA BENCI

Berceritalah kami tentang bagaimana kami di besarkan
Diantara korupsi
Diantara pornografi
Diantara rasa benci

Kami dari kecil telah diajarkan berkorupsi
Dengan mencontek pada ujian berkali-kali
Kami dari kecil telah dijejali pornografi
Oleh layar kaca televisi yang kami temui setiap hari
Kami dari kecil telah di tanamkan untuk saling benci
Dengan memusuhi orang lain dan memutuskan silaturahmi

Inilah kami anak negeri ini
Dibesarkan dengan semua ini
Kami yang awalnya tidak mengerti
Yang bersih, polos dan suci
Kini jadi begini

Silahkan anda berintrospeksi
Wahai bapak dan ibu kami
Moral kami sudah rusak di sana-sini
Negeri ini tak bisa lagi berharap pada kami
Dan kalian punya saham besar sekali untuk semua ini

Oktober 09

Kamis, 08 Oktober 2009

KPK, NASIBMU KINI

Entah bagaimana jika harus bercerita tentang korupsi
Di negeri ini.
Dilakukan pejabat dari atas ke bawah,
Menyengsarakan rakyat dari bawah ke atas,
Tapi tetap masih ada yang minta
Agar pemberantasannya nanti-nanti saja.

Kemarin baru saja Bom meledak di Ibukota
Pelakunya di kejar ke lubang cacing
Noordin M Top dicari hidup atau mati
Kalau tertangkap di bawalah dia ke muka hakim
Dan hukuman mati sudah siap menanti

Lalu sebandingkah kiranya dengan pelaku korupsi?
Yang kemarin juga diadili,
di pengadilan negeri tingkat provinsi,
karena seratus miliar uang rakyat ia curi.

Jaksanya hanya menuntut lima tahun penjara
Penyidik tidak bisa membawa bukti luar biasa
Pengacara bersama saksi membela kliennya
Hakimnya tidak bisa berbuat apa-apa
Pengadilan jadi seperti akal-akalan saja
Panggung sandiwara yang sudah ditentukan endingnya
Jadilah sang koruptor pulang dengan tertawa
Di nyatakan ia bebas dari status terdakwa

Kita-kita ini, rakyat kecil (pemilik) negara ini
Cuma bisa menelan ludah,
Uang kita lagi-lagi di jarah,
Dan habislah harapan kita
Jika polisi dan jaksa tidak lagi bisa di percaya

Lalu kini si pemberantas korupsipun nyaris mati,
Dikebiri di perlemen
Dimusuhi di sana-sini
Ditusuk oleh kawan sendiri
Satu-satu mereka ditangkapi,
Nyali mereka dipereteli
Dan kini jadilah KPK itu tak punya gigi lagi

Jadilah sang koruptor menonton dengan tertawa
Tak ada lagi kini musuh lamanya
Yang dahulu dicemaskan siang malam
Khawatir berikutnya, mereka yang akan diperiksa
Jangan-jangan rumah mereka yang didatangi juga
Diperiksa satu-satu hartanya
Ada tidak, uang haram miliknya

Sekarang kita dengar pesan mereka untuk KPK:
Jadilah KPK yang biasa-biasa saja
Jangan galak-galak
Cukup jadi kucing yang jinak
Yang hanya makan ikan teri
Bukan singa
Yang tidak kenyang-kenyang walau sudah menangkap rusa

Entah bagaimana jika harus bercerita tentang korupsi
Di negeri ini
Dilakukan pejabat dari atas ke bawah,
Menyengsarakan rakyat dari bawah ke atas,
Tapi tetap masih ada yang minta
Agar pemberantasannya nanti-nanti saja
Biar KPK di hapuskan saja,
dan Korupsi.....!!!
Silahkan merajalela.

Pontianak,
September 09

TAHAJUDKU

Pada subuh yang datang senyap
Aku bangun….
Sebelum azan panggilan tuhan tiba
Dalam lembut dingin yang beku
Gemericik air wudhu
Ketika menyentuh tanganku
Ku awali munajat itu

Ini adalah hariku yang penuh masalah
Ini adalah hariku yang penuh dosa
Ini adalah hariku yang penuh tanya
Ku adukan semua itu pada-Nya
Sujud panjangku di dalamnya
Air mataku jatuh di sana

Pontianak,
Juli 2009

Rabu, 07 Oktober 2009

PENAT

Hancur….
Remuk….badan
Kita lelah bertempur dengan waktu
Tidak ada istirahat
Kita penat
Kita tidak bersemangat
Kita sekarat

juni 2009